Main Article Content

Abstract

ABSTRAK
Permasalahan pertambangan di Kepulauan Bangka Belitung berkaitan dengan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan pertambangan oleh korporasi yang belum optimal sehingga berdampak pada masyarakat. Identifikasi masalah adalah apakah pengelolaan pertambangan di Bangka Belitung sudah sesuai dengan asas kemanfaatan bagi lingkungan dan manusia itu sendiri dan bagaimana konstruksi kebijakan lingkungan yang selaras dengan konsep ekosentrisme di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menegaskan bahwa pengelolaan pertambangan belum optimal dalam pemenuhan asas kemanfaatan bagi masyarakat dan lingkungan. Konstruksi kebijakan seharusnya bersifat populis sebagai paradigma ekosentris dalam pengelolaan pertambangan yang berorientasi pada ekologi berkelanjutan.
Kata kunci: bangka belitung, ekosentris, pertambangan timah


ABSTRACT
Mining problems in Bangka Belitung Islands are related to environmental damage due to mining management by corporations that have not been optimized so that they have an impact on society. The identification of the problem is whether mining management in Bazngka Belitung is in accordance with the principle of benefit for the environment and humans themselves and how is the construction of environmental policies that are in line with the concept of ecocentrism in the Province of Bangka Belitung Islands. This research is a normative juridical research. The results of the study confirmed that mining management has not been optimal in fulfilling the principle of benefits for society and the environment. Policy construction should be populist as an ecocentric paradigm in mining management oriented towards sustainable ecology.
Keywords: bangka belitung, ecocentric, tin mining

Keywords

bangka belitung ekosentris pertambangan timah

Article Details

How to Cite
haryadi, dwi, Ibrahim, & Darwance. (2024). MEMBANGUN TATA KELOLA PERTAMBANGAN TIMAH YANG EKOSENTRIS DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG . Bina Hukum Lingkungan, 8(3), 235–257. https://doi.org/10.24970/bhl.v8i3.276