https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/issue/feed Bina Hukum Lingkungan 2024-03-05T13:27:47+07:00 Redaksi BHL [email protected] Open Journal Systems <p><img style="font-size: 0.875rem;" src="blob:https://bhl-jurnal.or.id/27bedbcd-10b5-43eb-9a35-6e5b5240a9ac" alt="" /><img style="font-size: 0.875rem;" src="blob:https://bhl-jurnal.or.id/cb48cf89-dc5b-4715-8713-e84c84de9a13" alt="" /></p> <p><strong>Jurnal Bina Hukum Lingkungan (BHL)</strong> adalah terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh <strong>Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)</strong> terbit tiga kali setahun pada bulan Oktober, Februari, dan Juni.<br />Jurnal BHL merupakan sarana publikasi bagi akademisi dan praktisi untuk menerbitkan artikel hasil penelitian dan artikel telaah konseptual di <strong>bidang hukum lingkungan (nasional dan internasional).</strong><br />Ruang lingkup kajian pada Jurnal Bina Hukum Lingkungan meliputi aspek hukum: Tata Ruang; Agraria; Kehutanan; Pertambangan; Energi, Sumber Daya Mineral dan Batu Bara; Kearifan Lokal; Sengketa Lingkungan; Kelautan dan Perikanan; Keanekaragaman Hayati; Perubahan Iklim; Perumahan Permukiman; Sumber Daya Air.<br />Jurnal BHL ter-akreditasi Ristekdikti dengan peringkat Akreditasi <a title="Akeditasi" href="https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/profile/3930" target="_blank" rel="noopener">SINTA 2</a> berdasarkan Surat Keputusan:<br />No. SK: 230/E/KPT/2022<br />Judul SK: Peringkat Akreditasi Jurnal Ilmiah Periode IV Tahun 2022<br />Tgl. SK: 30 Desember 2022<br />Ter-akreditasi Sampai Volume 11 Nomor 4 Tahun 2026 Dokumen SK <a title="SK Re-Areditasi" href="https://storage.googleapis.com/arjuna-files/file/info/Pemberitahuan_Hasil_Akreditasi_Jurnal_Ilmiah_Periode_IV_Tahun_2022_(Revisi).pdf" target="_blank" rel="noopener">PDF</a><br /><br /><strong>P-ISSN:</strong> <a title="P-Issn" href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1465201045" target="_blank" rel="noopener">2541-2353</a><br /><strong>E-ISSN:</strong> <a title="E-Issn" href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1477018827" target="_blank" rel="noopener">2541-531X</a> <br /><strong>DOI:</strong> <a title="doi bhl" href="https://doi.org/10.24970/bhl" target="_blank" rel="noopener">10.24970/bhl</a><br /><strong>Pedoman Penulisan</strong> <em>(Author Guidelines)</em>: <a title="Pedoman Penulisan" href="https://drive.google.com/file/d/1uT6ENzGL5JBIlGnaL8vbsFR2fTBPf5eQ/view" target="_blank" rel="noopener">download</a><br /><strong>Manuscript Templete</strong>: <a title="Template Jurnal" href="https://docs.google.com/document/d/1Y-gxRaMnJfpZeGdNcrWLwPJYf3l4x-F-/edit" target="_blank" rel="noopener">download</a></p> https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/246 PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS PRODUK BIJI KOPI LUWAK ARABIKA INDONESIA DARI JAWA, SUMATERA DAN SULAWESI DI AMERIKA SERIKAT 2024-01-29T14:42:25+07:00 Rinda Ayu Andieni [email protected] Tiurma M. Pitta Allagan [email protected] <p style="text-align: justify;"><strong>ABSTRAK</strong><br>Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang perlindungan indikasi geografis pada perdagangan produk Kopi Luwak Arabika Indonesia yang berasal dari Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Kopi Luwak Arabika merupakan salah satu kopi khas Indonesia yang telah dipromosikan dan dipasarkan secara luas ke mancanegara, salah satunya ke Amerika Serikat. Meskipun Kopi Luwak Arabika sudah dikenal luas sebagai kopi khas Indonesia, tetapi Kopi Luwak Arabika belum terdaftar dalam indikasi geografis di Indonesia yang merupakan negara asalnya. Oleh karena itu artikel ini akan membahas perlindungan indikasi geografis terhadap Kopi Luwak Arabika yang dihasilkan di Indonesia dan dijual di Amerika. Kopi ini seyogianya perlu segera mendapatkan perlindungan indikasi geografis di Indonesia sebagai negara asal budidaya dari Kopi Luwak Arabika, untuk dapat melindungi produk kopi tersebut baik di Indonesia maupun dimancanegara. Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Kesimpulan dari artikel ini cukup unik karena indikasi geografis pada kopi luwak arabika ini ditemukan bukan dari biji kopi arabika, namun dari sebaran binatang khas di Indonesia yaitu Luwak (Paradoxurus Hermaphroditus) yang secara khusus melibatkan Luwak melalui proses fermentasi di pencernaan Luwak.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Keywords:</strong> <em>paris convention;</em> kopi luwak arabika; indikasi geografis.</p> <p style="text-align: justify;"><em><strong>ABSTRACT</strong></em><br><em>This article aims to provide an understanding of the protection of geographical indications on the trade of Indonesian Arabica Luwak Coffee products originating from Java, Sumatra and Sulawesi. Kopi Luwak Arabica is one of Indonesia's specialty coffees that has been widely promoted and marketed to foreign countries, including the United States. Although Kopi Luwak Arabica has been widely recognized as a typical Indonesian coffee, it has not been registered in geographical indications in Indonesia, which is the country of origin. Therefore, this article will discuss the protection of geographical indications for Arabica Luwak Coffee produced in Indonesia and sold in America. This coffee should immediately get geographical indication protection in Indonesia as the country of origin of the cultivation of Arabica Luwak Coffee, to be able to protect the coffee product both in Indonesia and abroad. The writing of this article uses normative juridical research methods. The conclusion of this article is quite unique because the geographical indication on luwak arabica coffee is found not from arabica coffee beans, but from the distribution of typical animals in Indonesia, namely Luwak (Paradoxurus Hermaphroditus) which specifically involves Luwak through the fermentation process in Luwak's digestion.</em></p> <p style="text-align: justify;"><em><strong>Keywords:</strong> paris convention; kopi luwak; geographical indication.</em> </p> 2024-02-14T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Rinda Ayu Andieni, Tiurma M. Pitta Allagan https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/258 PENYELESAIAN SENGKETA KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA TERHADAP PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DALAM REZIM SENTRALISASI 2024-02-12T14:14:54+07:00 Saeful Kholik [email protected] Amirudin A. Dajaan Imami [email protected] Indra Perwira [email protected] Nadia Astriani [email protected] <p><strong>ABSTRAK</strong><br />Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ide atau konsep terkait penyelesaian sengketa kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia dalam sistem sentralisasi. Metode penelitian ini adalah yuridis-normatif, yaitu penelitian atas peraturan perundang-undangan baik ditinjau dari sudut hirarki perundang-undangan (vertikal), maupun hubungan harmoni di antara perundang-undangan (horizontal). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan rezim dalam pengelolaan wilayah pesisir dari desentralisasi ke sentralisasi berdampak juga terhadap konsistensi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelesaian sengketa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Di dalam UUCK kewenangan tersebut diambil alih oleh pemerintah pusat, sedangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28/Permen-Kp/2020 pemerintah daerah kabupaten/kota diberikan kewenangan dalam penyelesaian sengketa, hal ini tentunya menimbulkan ketidakpastian dan sifat parsial. Oleh karena itu, konsepsi kewenangan pemerintah dalam penyelesaian sengketa mengacu sistem bottom-up, artinya penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui sistem terkecil dari pemerintahan kabupaten/kota sampai tingkat menteri dalam penyelesaian konflik kewenangan tersebut, landasan konsepsi tersebut berdasarkan kepada daerah yang memiliki yurisdiksi dan pemahaman terhadap keadaan proses dan sistematik dalam penyelesaian sengketa kewenangan. Selain itu, konsepsi penyelesaian sengketa selalu diupayakan melalui jalur diluar pengadilan non-litigasi seperti, negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan, adat istiadat.<br /><strong>Kata kunci:</strong> kewenangan; sengketa; sentralisasi.</p> <p><strong><em>ABSTRACT</em></strong><br /><em>This study aims to find ideas or concepts related to resolving disputes over coastal areas and small islands in Indonesia in a centralized system. This research method is juridical-normative, namely research on laws and regulations both in terms of the legislative hierarchy (vertical), as well as the harmonious relationship between laws (horizontally). Based on the results of the study, it shows that regime changes in coastal area management from decentralization to centralization also have an impact on the consistency of the authority of local governments, districts/cities in resolving disputes over coastal areas and small islands. In the UUCK, the authority is taken over by the central government, while in the Regulation of the Minister of Marine Affairs and Fisheries No. 28/Permen-Kp/2020, the district/city government is given authority in dispute resolution. This certainly creates uncertainty and partial nature. Therefore, the conception of government authority in dispute resolution refers to the bottom-up system, meaning that dispute resolution is carried out through the smallest system from the district/city government to the ministerial level in resolving conflicts of authority, the basis of this conception is based on regions that have jurisdiction and understanding of the state of the process and systematics in resolving authority disputes. In addition, the concept of settling dispute is always pursued through a track outside the non-Litigation court such as, negotiation, mediation, conciliation, arbitrase, and customs.</em><br /><em><strong>Keywords:</strong> authority; dispute; coastal.</em></p> 2024-02-14T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Saeful Kholik https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/259 MENYOAL KONSEP POLUSI DAN DEPLESI DALAM HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA: PERLUKAH? 2024-02-12T15:10:47+07:00 Andreas Tedy Mulyono [email protected] <p>Hukum lingkungan di Indonesia telah mencantumkan pengertian polusi dan deplesi secara eksplisit. Pada satu sisi, pengertian harfiah polusi berbeda dengan deplesi tapi di sisi lain, norma-norma teknisnya didalilkan sama satu dengan yang lainnya. Permasalahannya, bagaimana perkembangan pengertian polusi dan deplesi tersebut mempengaruhi hakikat pengaturan dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Untuk menguraikannya penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan konsep (<em>conceptual approach</em>), pendekatan undang-undang (<em>statute approach</em>), dan pendekatan kasus (<em>case approach</em>). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran kontemporer terkait konsep polusi dan deplesi pada perkembangannya berasal dari lini masa yang berbeda. Selain itu, para pemangku kepentingan di Indonesia selama ini mengacu pada dasar undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan tanpa membedakan konsep polusi dan deplesi secara jelas. Hal ini berdampak pada pembentukan peraturan perundang-undangan terkait yang tidak secara jelas membedakan polusi dan deplesi. Adapun dalam penerapannya, dalil-dalil yang digunakan oleh para pihak yang berperkara, termasuk juga dalam amar putusan hakim, juga cenderung tidak membedakan kedua konsep tersebut dengan jelas. Kesimpulannya, penyusunan norma-norma dan penerapannya pada kasus-kasus lingkungan hidup yang tidak membedakan konsep polusi dan deplesi berpotensi menimbulkan masalah peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dan penegakan hukum yang tidak konsisten.</p> 2024-02-16T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Andreas Tedy Mulyono https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/257 PERLINDUNGAN HUKUM HAK BERMUKIM SUKU BAJO DI INDONESIA, SALAH SATU BENTUK IMPLEMENTASI HAK ASASI MANUSIA 2024-02-12T12:35:45+07:00 Safrin Salam [email protected] La Ode Muhammad Karim [email protected] Nuragifah Taheriah [email protected] Eko Azhar [email protected] Yusran Yusran [email protected] <p>Suku Bajo merupakan suku yang hidup bebas mengembara di lautan luas sehingga sering dikenal sebagai pengembara laut (<em>Sea Nomads</em>). Salah satu kearifan yang dimiliki oleh Masyarakat Suku Bajo adalah adanya pemukiman diatas laut yang telah ditinggali secara turun temurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaturan hak bermukim Masyarakat Suku Bajo dan mendesign konsep perlindungan hukum hak bermukim Masyarakat Suku Bajo. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan beberapa pendekatan hukum yakni, pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan sejarah. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yang kemudian analisis secara preskriptif untuk mendapatkan hasil bahan hukum yakni norma hukum mengenai pengaturan hak bermukim Masyarakat Suku Bajo. Hasil penelitian menunjukan bahwa hak dasar bagi pemenuhan hak asasi manusia merupakan budaya Masyarakat Suku Bajo. konsep perlindungan Masyarakat Suku Bajo harus memenuhi prinsip nondiskriminasi, dan bersifat progresif, selain itu dalam penerapannya harus melibatkan langsung Masyarakat Suku Bajo. Bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan adalah pemberian hak berupa sertifikat hak atas tanah dan/atau bangunan yang ditinggali oleh Masyarakat Suku Bajo secara turun temurun. Pemberian sertipikat tersebut merupakan bentuk perlindungan negara terhadap Masyarakat Suku Bajo dengan memberikan kepastian hukum terhadap tempat bermukimnya.</p> 2024-02-18T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Yusran Yusran, La Ode Muhammad Karim, Nuragifah Taheriah, Eko Azhar, Yusran Yusran https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/157 REFORMA AGRARIA DAN TEMBOK EGO SEKTORAL: MERUMUSKAN ALTERNATIF PENYELESAIAN 2024-02-12T17:18:39+07:00 Aditya Nurhamani [email protected] <p>Tembok ego sektoral adalah persoalan utama terhambatnya pelaksanaan Program Reforma Agraria. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya capaian Reforma Agraria pada program yang beririsan dengan kewenangan lintas sektor yaitu kegiatan penataan aset berupa legalisasi aset pada kegiatan penyelesaian tanah transmigrasi dan redistribusi tanah yang bersumber dari pelepasan kawasan hutan termasuk kegiatan penataan akses melalui pemberdayaan tanah masyarakat yang belum optimal. Terdapat 2 (dua) persoalan pokok yang hendak dijawab, pertama terkait evaluasi pelaksanaan Program Strategis Nasional Reforma Agraria, kedua upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menghancurkan tembok ego sektoral yang selama ini menghambat pelaksanaan Reforma Agraria. Dengan metode yuridis normatif dan jenis penelitian deskriptif analisis, menyimpulkan bahwa, pertama pelaksanaan Reforma Agraria belum berjalan sebagaimana target yang ditentukan karena persoalan ego sektoral antar instansi, kedua dalam rangka revitalisasi kebijakan Reforma Agraria perlu dilakukan pembaharuan secara komprehensif mulai dari pembaharuan peraturan perundang-undangan (aspek hukum), pembaharuan kelembagaan serta dukungan budaya hukum masyarakat.</p> 2024-02-18T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Aditya Nurhamani https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/244 DASAR HUKUM KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN PENCEMARAN UDARA YANG BERASAL DARI KENDARAAN BERMOTOR 2024-01-28T20:46:44+07:00 Edi Suhaedi [email protected] Sodikin Sodikin [email protected] <p>Kendaraan bermotor banyak memberikan sumbangan pencemaran udara yang berdampak pada kesehatan lingkungan dan berakibat buruk pada kesehatan. Dampak buruk akibat dari gas buang kendaraan bermotor perlu ada penanggulangan secara komprehensif. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana tindakan pemerintah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki menurut undang-undang. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang merupakan penelitian yang ditujukan untuk menemukan dan merumuskan argumentasi hukum melalui analisis terhadap pokok permasalahan. Hasil penelitian ini merupakan temuan penelitian yang menjelaskan tentang kewenangan pemerintah dalam penanggulangan pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan perundang-undangan tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi serta pemerintah daerah kabupaten/kota. Tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan tersebut, pemerintah pusat banyak membuat regulasi dan kebijakan tentang penanggulangan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor. Kebijakan yang dibuat pemerintah pusat tidak semuanya ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan mengimplementasikan peraturan perundang-undangan sebagai dasar kewenangannya.</p> 2024-02-18T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Edi Suhaedi, Sodikin Sodikin https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/256 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT ATAS KEGIATAN STOCKPILE BATUBARA DI KABUPATEN MUARO JAMBI 2024-03-05T13:27:47+07:00 Hendra Herman [email protected] Yeni Widowaty [email protected] <p>Keberadaan <em>stockpile</em> batubara di Kabupaten Muaro Jambi perlu dilakukan pengaturan. <em>Stockpile</em> batubara yang berada di pinggir Sungai Batanghari dan disekitar lokasi pemukiman penduduk harus dipindahkan karena dapat menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan. Pengaturan terhadap <em>stockpile</em> batubara sebagai upaya perlindungan hukum bagi masyarakat yang berada disekitar lokasi <em>stockpile</em> batubara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum atas kegiatan stockpile batubara di Kabupaten Muaro Jambi dan untuk mengetahui upaya perlindungan hukum yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi terhadap masyarakat yang terkena dampat kegiatan <em>stockpile</em> batubara di Kabupaten Muaro Jambi. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris atau <em>sosio legal </em>terhadap perilaku individu atau masyarakat, organisasi atau lembaga hukum terhadap penerapan atau berlakunya hukum. Hasil penelitian menunjukkan adanya kekosongan hukum dalam pengaturan <em>stockpile</em> batubara dan tidak tegasnya Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi melakukan upaya penegakan hukum terhadap <em>stockpile</em> batubara yang telah melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan.</p> 2024-02-29T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 Hendra Herman, Yeni Widowaty