Main Article Content

Abstract

ABSTRAK
Usulan ekosida sebagai kejahatan kelima International Criminal Court (ICC) memunculkan banyak perdebatan, salah satunya berkaitan dengan sifat ekosentris dari ekosida dan antroposentris kejahatan internasional dalam yurisdiksi ICC. Artikel ini secara sistematis membahas dua masalah pokok, yaitu bagaimana pengaruh pandangan ekosentrisme dan antroposentrisme atas ekosida dalam hukum internasional dan khususnya ICC; dan apa yang menjadi tantangan dan peluang amandemen Statuta Roma atas kejahatan ekosida mempertimbangkan sistem dan praktek ICC cenderung bersifat antroposentris. Dalam rangka menjawab masalah tersebut, penulis menggunakan pendekatan pragma-dialectical dimana argumentasi hukum sebagai bagian dari diskusi yang kritis dari dua sudut pandang yang berbeda, dalam konteks ini adalah antroposentrisme dan ekosentrisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan antroposentris masih mendominasi dalam pembentukan norma hukum internasional, termasuk dalam sistem peradilan pidana internasional. Hal demikian bertolakbelakang dengan usulan kejahatan ekosida yang bersifat antroposentris dimana kerusakan lingkungan skala meluas, berjangka panjang dan serius menjadikannya kejahatan internasional, tanpa harus manusia harus menderita bahaya dulu akibat kerusakan lingkungan tersebut. Usulan perumusan ekosida sebagai kejahatan internasional dapat dilakukan dengan mengambil jalan tengah yaitu menyeimbangkan antara antroposentris dan ekosentris melalui pandangan polisentris. Namun demikian, terdapat tantangan amendemen Statuta Roma karena adanya perbedaan kepentingan dan pandangan politik masing-masing negara anggota. Namun demikian, meningkatnya kesadaran masyarakat internasional atas lingkungan dan upaya tuntutan kasus-kasus lingkungan oleh NGO dan organisasi lingkungan di negara-negara serta diaturnya amandemen pada Pasal 121 Statuta Roma tetep menjadi peluang yang baik suatu saat ekosida dapat menjadi kejahatan internasional kelima di bawah yurisdiksi ICC.
Kata kunci: ekosida; hukum pidana internasional; kejahatan internasional; statuta roma.

ABSTRACT
The proposal of ecocide as the fifth crime under the jurisdiction of the ICC has sparked debate, particularly regarding the ecocentric nature of ecocide versus the anthropocentric focus of existing international crimes within the ICC. This article examines two key issues: how ecocentrism and anthropocentrism influence the international norms and practices of the ICC related to ecocide; and what challenges and opportunities are associated with amending the Rome Statute to include ecocide as an international crime, given the inherently anthropocentric tendencies of ICC systems. To address these questions, the author employs a pragmatic-dialectical approach, engaging in a critical discussion that juxtaposes the perspectives of anthropocentrism and ecocentrism. The findings of the study indicate that anthropocentric views continue to dominate the development of international legal norms, including those within the realm of the international criminal justice system. This stands in contrast to ecocide, which has an ecocentric view. The formulation of ecocide as an international crime could be achieved through a balanced approach that integrates both anthropocentric and ecocentric perspectives, adopting a polycentric view. However, the challenge of amending the Rome Statute lies in the diverse interests and political viewpoints of member states. The increasing global awareness of environmental issues, prosecution of ecocide at the national level, and the regulatory framework for amending Article 121 of the Rome Statute present a promising opportunity for ecocide to be recognized as the fifth international crime under the ICC's jurisdiction.
Keywords: ecocide; international criminal law; international crime; rome statute.

Keywords

ekosida hukum pidana internasional kejahatan internasional statuta roma

Article Details

How to Cite
Sasmini, S., & Novantia, T. Y. (2024). Ekosida Sebagai Kejahatan Internasional Dibawah Yurisdiksi International Criminal Court: Dialektika Antara Ekosentrisme dan Antroposentrisme. Bina Hukum Lingkungan, 9(1), 104–119. https://doi.org/10.24970/bhl.v9i1.138